Kamis, 27 Oktober 2011

Apa itu TAUBAT?????


TAUBAT
Apa itu TAUBAT????
Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.

Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah diperbuat manusia. Bahkan Nabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang berbunyi: "Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat (dari kesalahan tersebut)."

Di antara kita pernah berbuat kesalahan terhadap diri sendiri sebagaimana terhadap keluarga dan kerabat bahkan terhadap Allah. Dengan segala rahmatnya, Allah memberikan jalan kembali kepada ketaatan, ampunan dan rahmat-Nya dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Penyayang dan Maha Penerima Taubat. Seperti diterangkan dalam surat Al Baqarah: 160 "Dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Taubat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang terhina di hadapan Tuhannya. Hal itu justru akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya karena sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Sebagaimana firmanya dalam surat Al-Baqarah: 222, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara, bahkan pintunya selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari: "SesungguhnyaAllah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari barat."

Merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus melampai batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka dan sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya karena sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang.

Tepatlah kiranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 133, "Bersegaralah kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."

Taubat yang tingkatannya paling tinggi di hadapan Allah adalah "Taubat Nasuha", yaitu taubat yang murni. Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Tahrim: 66, "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bresamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan 'Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kamidan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu'".

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, "Apakah penyesalan itu taubat?", "Ya", kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: "Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya".
Contoh dari Taubat :
Dosa besar yang telah ia perbuat, mengantarkannya pada sebuah pertaubatan yang agung. Ia dirajam di kota Madinah. Taubatnya setara dengan taubat 70 warga Madinah. Bahkan, Rasul pun mensholatkannya. Jangan ragu untuk bertaubat.
Imran bin al-Husain al-Khunza radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa ada seorang wanita dari Juhainah yang datang kepada Rasulullah Shollallahu alayhi wa Sallam falam keadaan hamil karena berzina. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar batas. Maka tegakkanlah hukum terhadapku.” Kemudian Nabi memanggil salah seorang walinya agar memperlakukannya dengan baik. Beliau berkata, “Perlakukan dia dengan baik. Jika ia telah melahirkan maka bawalah dia kepadaku.” Maka ia melakukannya. Nabi pun memerintahkan untuk menghadirkan wanita tersebut. Lalu bajunya diikatkan pada tubuhnya. Lalu beliau memerintahkan agar wanita itu dirajam. Lalu Rasulullah menshalatkannya. Umar radhiallahu ‘anhu berkata kepadanya, “Apakah engkau menshalatkan dia wahai Rasulullah? Sedangkan ia telah berbuat zina?” Rasulullah bersabda, “Ia telah melakukan taubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya merea semua akan mendapatkan bagian. Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah?” (HR. Muslim)
Makna di Balik Kata
Dalam riwayat yang dinukilkan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shollallahu ‘alayhi wa sallam dalam keadaan hamil karena telah berzina.
Ia pun berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar had(batas), maka tegakkanlah had (hukuman) terhadapku.” Yakni, aku telah melakukan sesuatu yang mengharuskanku untuk dikenai had (hukuman) maka tegakkanlah had itu terhadapku.
Lalu Nabi memanggil seorang walinya dan memerintahkannya untuk memperlakukannya dengan baik. Apabila ia telah melahirkan, maka hendaklah ia membawanya kepada Rasulullah.
Ketika ia telah melahirkan, walinya membawanya kepada Rasulullah. “Dan Nabi memerintahkannya untuk menghadirkan wanita tersebut,” yaitu bajunya diselimutkan dan diikat agar tidak tersikap auratnya. “Kemudian beliau memerintahkan agar wanita tersebut dirajam, maka ia pun dirajam.” yaitu dilempari dengan batu. Ukuran batu itu tidak besar dan tidak kecil, hingga ia meninggal. Lalu Nabi menshalatkannya.
Beliau mendoakannya dengan doa bagi orang yang telah meninggal. “Lalu Umar berkata kepadanya, ‘Apakah engkau menshalatkannya sedangkan dia telah berbuat zina, wahai Rasulullah?” Sedangkan zina adalah termasuk dosa yang paling besar. Maka Rasulullah berkata, “Ia telah berta ubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya merea semua akan mendapatkan bagian.”Yakni, taubat yang luas, seandainya dibagikan kepada 70 orang dimana semua mereka berbuat dosa, niscaya mereka akan mendapatkan taubat itu dan bermanfaat untuk mereka.
“Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala?”Yaitu, apakah engkau mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari keadaan ini. Yaitu seorang wanita yang datang dan telah membersihkan dirinya, yaitu menyerahkan dirinya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan terlepas dari dosa zina. Tidak ada yang lebih baik dari hal ini.
Pelajaran dari Kisah Ini
Pertama, seorang pezina jika ia seorang muhshan (telah menikah) maka ia wajib untuk dirajam. Ini disebutkan dalam kitab Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan merupakan ayat yang dibaca oleh kaum Muslimin dan mereka hapalkan, mereka pahami dan terapkan. Nabi dan para Khulafaur Rasyidin setelahnya telah melakukan rajam. Tapi Allah dengan kebijaksanaan-Nya telah menghapusnya dari Al-Qur’an secara lafadz dan membiarkan hukumnya berlaku di antara umat ini. Apabila seorang yang muhshan, yaitu yang telah menikah melakukan perzinaan, maka ia akan diraham hingga meninggal. Ia diberdirikan di tempat yang luas. Lalu orang-orang berkumpul dan mengambil batu yang mereka gunakan untuk melemparnya hingga meninggal.
Ini merupakan hikmah Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Yaitu, syariat tidaklah memerintahkan untuk memenggal kepalanya dengan pedang sehingga perkaranya selesai. Tapi ia dirajam agar ia tersiksa dan merasakan pedihnya siksaan sebagai balasan apa yang telah ia dapatkan, berupa lezatnya sesuatu yang haram karena orang yang berbuar zina ini seluruh badannya merasakan nikmatnya sesuatu yang haram.
Karenanya, para Ulama rahimahullah berpendapat untuk tidak menggunakan batu besar. Sebab, ia akan membunuhnya dengan cepat dan ia pun terbebas. Tidak pula dengan batu kecil sekali karena hal itu akan menyakitinya dan lama matinya. Tapi dengan batu yang sedang sehingga ia dapat merasakan sakit kemudian mati.
Apabila ada seseorang yang mengatakan, bukankah Rasulullah telah mengatakan:
“Apabila kalian membunuh maka membunuhlah dengan baik dan apabila kalian menyembelih maka sembelilah dengan baik.” (HR.Muslim)
Membunuh dengan pedang lebih enak bagi orang yang dirajam, daripada ia harus dirajam dengan batu.
Kita katakan, benar Rasulullah telah berkata demikian. Tapi pembunuhan yang baik adalah terjadi apabila karena sesuai dengan syariat. Karena itu, apabila seorang laki-laki yang telah bertindak jahat kepada seseorang, lalu ia membunuhnya dengan sengaja dan memutilasi (membunuh dengan memotong-motong anggota tubuh), maka kita akan memutilasi pelaku kejahatan ini sebelum kita membunuhnya.
Misalnya, jika seorang pelaku kejahatan membunuh seorang. Lalu ia memotong kedua tangannya. Kemudian kedua kakinya, lisannya lalu kepalanya, maka kita tidak membunuh pelaku kejahatan tersebut dengan pedang. Tapi kita potong kedua tangannya, lalu kedua kakinya, lisannya, kita potong kepalanya sebagaiana ia berbuat. Ini termasuk bersikap baik dalam membunuh. Karena sikap baik dalam membunuh adalah dengan sesuatu yang sesuai dengan syariat bagaimanapun keadaannya.
Dalam hadits ini, terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya seseorang untuk mengakui dirinya berbuat zina, dengan tujuan untuk mensucikan dirinya dengan penegakan had, bukan untuk membuka kejelekan dirinya. Orang yang membicarakan dirinya bahwa ia telah melakukan perzinaan dihadapan Imam atau wakilnya dengan tujuan agar ditegakkan hukuman atas dirinya maka orang ini tidaklah dicela dan dihina.
Adapun orang yang menceritakan kepada masyarakat bahwa dia telah berbuat zina, berarti ia telah membongkar aib dirinya sendiri. Ia tak akan dimaafkan. Rasulullah shollallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda :
Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang mujahir (terang-terangan). Mereka (para sahabat) berkata, “Siapakah orang yang mujahir itu?” Beliau berkata, “Ia adalah orang yang berbuat dosa kemudian Allah tutupi aibnya. Lalu pada pagi harinya ia menceritakannya.” (HR. Muttafaq alaih)
Ada jenis yang ketiga, yaitu orang fasik yang melampaui batas dan tidak punya rasa malu. Ia bercerita tentang ziba dengan bangga, na’udzu billah!Ia berkata bahwa dia pergi ke berbagai negeri untuk berbuat dosa, berzina dengan banyak wanita, dan berbagai kemaksiatan lainnya, dengan rasa bangga.
Orang ini harus diminta bertaubat. Jika ia bertaubat, maka ia akan mendapatkan ampunan. Jika tidak, maka ia dibunuh. Sebab orang yang bangga dengan perbuatan zina, maka sudah pasti ia menghalalkan zina, na’udzu billah! Barangsiapa yang menghalalkan perbuatan zina maka dia adalah orang kafir.
Sebagian orang fasik melakukan hal itu. Yaitu, orang-orang yang karena perbuatannya, kaum muslimin mendapatkan musibah. Banyak orang merasa bangga dnegan hal ini. Jika ia pergi ke suatu negeri yang terkenal dengan kefasikan dan tidak ada rasa malu seperti Bangkok dan negeri-negeri yang penuh kekejian perzinaan, homoseksual, khamar dan lain sebagainya, lalu ia pulang menjumpai temannya dan bangga menceritakan apa yang telah dilakukan.
Orang ini, sebagaimana telah dikatakan harus dimintai untuk bertaubat. Apabila ia bertaubat, maka ia diampuni. Jika tidak mau, maka ia dibunuh. Karena orang yang menghalalkan perzinaan dan lainnya diantara perbuatan yang diharamkan secara jelas dan disepakati keharamannya, maka ia adalah orang kafir.
Rincian Taubat Nasuha
Bisa jadi seseorang telah bertaubat dengan taubat yang nasuha (taubat dengan benar), ia menyesal dan berjanji kepada dirinya untuk tidak mengulanginya. Orang ini sebaiknya tidak pergi dan menceritakan tentang dirina. Tapi hendaklah ia merahasiakan perkara itu dan hanya Allah yang tahu. Barangsiapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubat.
Adapun orang khawatir bahwa taubatnya bukanlah taubat yang nasuha dan khawatir jika ia akan kembali pada perbuatan dosa, sekali lagi maka orang ini sebaiknya pergi kepada pemerintah, hakim, dan lainnya, lalu mengaku dihadapannya agar ditegakkan hukuman terhadapnya.
Sumber : diketik ulang oleh Ummu ‘Umar  dari Memetik Hikmah dari Telaga Sunnah (Kumpulan Kisah dari Syaikh Utsaimin) oleh Shalahuddin Mahmud as-Sa’id,   Pustaka At-Tazkia, 2006 (hal. 181-188)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar